Daftar Blog Saya

Senin, 01 November 2010

Hukum Pidana


Hukum Pidana

Soal
1.      Jelaskan ajaran sebab akibat terjadinya suatu tindak pidana !
2.      Apa yang dimaksud dengan keadaan memaksa, keadaan terpaksa dan pembelaan terpaksa ?
3.      Jelaskan hapusnya hak penuntutan pidana dan eksekusi ?

Jawab
1.      Terjadinya suatu tindak pidana dibagi menjadi dua macam.
a)      Materiil
Dalam hukum pidana kita atau yang disebut sebagai hukum pidana materiil dikenal dengan delik materiil yang artinya tindak-tindak pidana yang diatur dan diancam dengan sanksi pidana dalam KUH Pidana . Contoh dari delik materiil tersebut diantaranya pasal 362 tentang pencurian , misalnya si B mencuri hand phone si A yang disimpan di dalam kamar kost-kostan si A sehingga A tentu saja kehilangan Hand Phone tersebut . Langkah si A untuk menuntut si B oleh penuntut umum itu haruslah dibuktikan bahwa karena pencurian si B tersebut timbul akibat yang dilarang , yakni hilangnya sesuatu barang karena sebab dari seseorang . Dari hubungan tersebut diatas tentunya ada suatu hubungan sebeb akibat yang menimbulkan adanya suatu kejadian. Jadi tanpa adanya suatu hubungan sebab akibat diantara kedua unsure tersebut ( A dan B ) , maka tidak mungkin orang itu yang melakukan suatu perbuatan pidana apa lagi dipertanggung jawabkan secara pidana. Dalam kasus tersebut unsure akibat telah ada yakni hilangnya barang seseorang dan sebab ini belum diketahui , siapa sebab atau penyebab yang menghilangkan barang ini . Lalu dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam setiap perkara tindak pidana , akibat yang tela terjadi tentunya ditentukan oleh sebab-sebab menyebabkan terjadinya suatu perbuatan tertentu dari akibat tersebut . Dan dalam KUH Pidana kita bahwa sesuatu yang dilarang adalah akibat dari suatu perbuatan bukan sebab yang menimbulkan suatu perbuatan karena sebab dalam hl ini bersifat subjektif sedangkan akibat dalam hal ini bersifat objektif oleh karena telah menunjukkan suatu keadaan dari suatu perbuatan .
Dalam pengertian lain , bahwa penyebab atau sesuatu sebab itu tidak dilarang dalam dalan system KUH Pidana akan tetapi keadaan akan berubah jika sebab-penyebab tersebut menimbulkan sesuatu akibat yang merugikan bagi seseorang dan ternyata akibatnya tersebut diancam dengan suatu ancaman pidana tertentu dalam hukum pidana materiil . Dan jika dalam suatu akibat yang telah terjadi tersebut menimbulkan suatu akibat-akibat lain maka akan berlaku bebeda pula karena adanya 2 akibat dalam satu sebab tersebut akan mempengaruhi lagi ancaman pidana yang akan dikenakan.Misalnya dalam tindak pidana penganiayaan pasal 351 ayat (1), jika penganiayaan dalam pasal tersebut mengakibatkan luka-luka berat maka berlaku ketentuan pasal 351 ayat (2), lalu jika penganiyaan tesebut mengakibatkan adanya akibat matinya seseorang maka berlaku ketentuan pasal 351 ayat (2).
b)     Formil
Jika dalam delik materiil akibat yang ditimbulkan oleh sebab tertentu itu tentunya telah diatur dalam ketentuan hukum pidana , maka delam delik formil,adanya suatu akibat dari adanya sebab tertentu itu belum tentu diatur dalam ketentuan hukum pidana atau atau ketentuan lain diluar KUH Pidana yang diancam pidana.Maka oleh karena itu ada pendapat bahwa dalam delik formil,ajaran sebab akibat belum dapat digunakan karena untuk kepentingan kepastian hukum.Maksudnya adalah jika semua unsure menentukan adanya suatu akibat akan tetapi akibat tersebut tidak diatur secara tertulis maka apa yang akan digunakan untuk mempidanakan sebab terjadinya akibat tersebut. mengenai hal tersebut tentunya sangat berkaitan erat dengan asas legalitas yang pada dasarnya menyatakan bahwa tidak ada suatu pidana bagi seseorang sebelum ada undang-undang yang mengaturnya .

a)      Teori Condito Qua Non
Teori ini dikemukakan oleh VON BURI.Teori ini juga menyatakan bahwa semua sebab yang menimbulkan adanya suatu akibat dapat dipersalahan karena terjadinya suatu akibat tertentu.
b)      Teori Mengindividualisasika
Pada teori ini, sebab dan akibat diberi pandangan secara khusus, yakni secara jelas tentang suatu perbuatan yang tertentu, dan oleh sebab itu mengambil pendiriannya pada saat sesudah akibatnya terjadi.
c)      Teori Menggeneralisasikan
Teori ini mengadakan pembatasan antara syarat dan sebab itu secara pandangan umum yakni secara abstrak , jadi tidak terlihat pada perkara tertentu saja dank arena itu pendiriannya pada saat sebelum akibatnya timbul . Dari rangkaian syarat itu dicarilah syarat yang pada umumnya menurut perhitungan yang normal dapat diambil sebagai suatu sebab yang menimbulkan akibat.
d)     Teori Relevantie dari MEZGER
Teori ini menyatakan bahwa dalam menentukan hubungan sebab akibat tidak mengadakan perbedaan antara syrata dengan sebab melainkan dimulai dengan menafsirkan rumusan tindak pidana yang memuat akibat yang dilarang itu dicoba menemukan perbuatan manakah kiranya yang dimaksud pada waktu undang-undang itu dibuat .Jadi pemilihan dari syarat-syrat relevan itu berlandaskan kepada apa yang dirumuskan dalam undang-undang.
e)      Teori Perdata
Teori ini berdasar pada pasal 1247 dan 1248 BW yang menyatakan bahwa pertanggung jawaban hanya ada apabila akibay tang timbul itu mempunyai akibat yang langsung dan rapat sekali dengan perbuatan-perbuatan yang terdahulu atau dapat dibayangkan terlebih dahulu. Teori ini dapat juga dipergunakan dalam hukum pidana.
f)       Ebab akibat dalam Delik Omisi
Dalam delik omisi atau delik omisi ini tidak diperlukan ajaran sebab akibat karena deilik ini terjadi karena tidak melakukan sesuatu yang diharuskan oleh undang-undang . Jadi apabila keharusan itu tidak dijalankan , terang hal ini diancam pidana dengan tidak memperhatikan ada atau tidaknya suatu sebab akibat. Jadi dalam delik omisi ini ajaran sebab-akibat tidak diperlukan .

2.      …………………
a)      Keadaan memaksan (overmacht) adalah suatu keadaan yang terjadi setelah dibuatnya persetujuan yang menghalangi debitur untuk memenuhi prestasinya dimana debitur tidak dapat dipersalahkan dan tidak harus menanggung resiko serta tidak dapat menduga pada waktu persetujuan dibuat. Kesemuanya itu sebelum debitur lalai untuk memenuhi prestasinya pada saat timbulnya keadaan tersebut.
b)      Keadaan terpaksa
c)      Pembelaan terpaksa adalah suatu tindakan yang terpaksa dilakukan untuk pembelaan diri, karena ada serangan atau ancaman serangan ketika itu yang melawan hukum terhadap diri sendiri maupun orang lain; terhadap kehormatan kesusilaan (eerbaarheid) atau harta benda sendiri maupun orang lain.

3.      Dalam hukum pidana ada diatur tentang dasar-dasar atau alasan-alasan untuk hapusnya hak menuntut yang diatur dalam Buku I Bab VIII yaitu :
1)      Telah ada putusan hakim yang tetap mengenai tindakan yang sama.
Perumusan ketentuan mengenai ne bis in idem tercantum dalam : Pasal 76 ayat 1 KUHP kecuali dalam hal putusan hukum masih dapat dimintakan peninjauan kembali (herziening), seseorang tidak boleh dituntut dua kali karena tindakan (feit) yang oleh hukum Indonesia telah diadili dengan putusan yang sudah mempunyai kekuatan yang tetap (kracht van jewijsde) terhadap dirinya. Ayat 2 : jika putusan yang sudah mempunyai kekuatan yang tetap itu berasal dari hukum lain, maka terhadap orang itu dan karena tindakan itu tidak boleh diadakan penuntutan bagi dalam hal: Ke –1 putusan berupa pembebasan dari dakwaan (Vrijspraak) atau pelepasan dari tuntutan hukum (Ontslag Van Rechtvervolging). Ke-2 putusan berupa pemanduan yang seluruhnya telah dilaksanakan, grasi atau yang telah dalawarsa pelaksanaan pidana tersebut.

2)      Terdakwa Meninggal Dunia
Pasal 77 KUHP : Hak menuntut hukum gugur (tidak laku lagi) lantaran siterdakwa meninggal dunia. Apabila seorang terdakwa meninggal dunia sebelum ada putusan terakhir dari pengadilan maka hak menuntut gugur. Jika hal ini terjadi dalam taraf pengusutan, maka pengusutan itu dihentikan. Jika penuntut telah dimajukan, maka penuntut umum harus oleh pengadilan dinyatkaan tidak dapat diterima dengan tentunya (niet-outvanhelijk verklaard). Umumnya demikia apabila pengadilan banding atau pengadilan kasasi masih harus memutuskan perkaranya.

3)      Perkara Tersebut Daluwarsa / Lewat Waktunya
Dalam pasal 78 ayat 1 KUHP : Hak menuntut hukuman gugur (tidak dapat dijalankan lagi) karena lewat waktunya :
§  Sesudah lewat satu tahun bagi segala pelanggar dan bagi kejahatan yang dilakukan dengan mempergunakan percetakan;
§  Sesudah lewat enam tahun, bagi kejahatan, yang terancam hukuman dendan, kurungan atau penjara yang tidak lebih dari 3 tahun.
§  Sesudah lewat dua belas tahun, bagi segala kejahatan yang terancam hukuman penjara sementara, yang lebih dari 3 bulan.
§  Sesudah lewat delapan belas tahun bagi semua kejahatan yang terancam dilakukan mati atau penjara seumur hidup.

4)      Terjadinya Penyelesaian Diluar Persidangan
Pasal 82 KUHP yang berbunyi :
Ayat 1 :
Hak menuntut hukum karena pelanggaran yang terancam hukuman utama tak lain dari pada denda, tidak berlaku lagi jika maksimum denda dibayar dengan kemauan sendiri dan demikian juga dibayar ongkos mereka, jika penilaian telah dilakukan, dengan izin amtenaar yang ditunjuk dalam undang-undang umum, dalam tempo yang ditetapkannya.
Ayat : 2
Jika perbuatan itu terencana selamanya denda juga benda yang patut dirampas itu atau dibayar harganya, yang ditaksir oleh amtenaar yang tersebut dalam ayat pertama.
Ayat : 3
Dalam hal hukuman itu ditambah diubahkan berulang-ulang membuat kesalahan, boleh juga tambahan itu dikehendaki jika hak menuntut hukuman sebeb pelanggaran yang dilakukan dulu telah gugur memenuhi ayat pertama dan kedua dari pasal itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar